Warna Warni Baralek Gadang

Pernikahan Etnik Minangkabau

Pernikahan merupakan sebuah ikrar janji suci antara dua insan manusia, laki-laki dan perempuan. Pernikahan berarti memasuki sebuah babak kehidupan yang hakiki.

Setiap suku daerah yang ada di Indonesia memiliki keragaman dan kekhasan yang khusus. Salah satu nya adalah pernikahan adat tradisi Minangkabau. Begitu luhurnya suku Minangkabau memandang sebuah tali pernikahan yang agung. Simbol budaya Minangkabau hampir seluruhnya muncul dalam prosesi pernikahan. Pakaian, hiasan, makanan, ornamen interior muncul dengan gamblang. 

" Warna merah mendominasi penjuru rumah mempelai, lembaran lembaran kain satin dengan sulaman benang emas menghiasi dinding-dinding rumah"


Pada zaman dahulu pelaminan ini memiliki fungsi yang sama dengan singgasana para kaum bangsawan dari Minangkabau 

Kain-kain kelambu menjuntai warna merah dan keemasan adalah sebuah detail yang menjadi keharusan dalam tradisi Minang

Akan tetapi sesuai dengan perjalanan waktu hal tersebut tidak lagi berlaku, saat ini pelaminan pun dapat dipakai oleh seluruh kalangan masyarakat yaitu hanya pada saat pernikahan saja. Karena disaat itulah pasangan anak daro dan marapulai ini merupakan ratu dan raja sehari.

Nah untuk menjadi ratu dan raja sehari, kedua mempelai harus melalui prosesi yang bisa dibilang melelahkan namun menggembirakan. Mulai dari proses lamaran ( maresek ) adalah langkah pertama dari proses pra-nikah di Minangkabau. Keluarga calon pengantin perempuan mendatangi pihak keluarga calon mempelai pria dan pihak keluarga calon mempelai wanita mengutarakan maksud dan tujuanya melamar calon pengantin pria.Perencanaan dan pelaksanaan pernikahan umumnya melibatkan keluarga dalam jumlah yang besar, terutama di pihak calon mempelai perempuan. 

"Ini adalah adat bagi wanita di Minangkabau dan keluarganya untuk terlibat dalam sebagian besar rencana pernikahan, termasuk dalam lamaran pernikahan, sesuai dengan budaya Minangkabau yang matrilineal"

"Irama tambur dan talempong bertalu-talu
menyambut datangnya mempelai ke tempat induk Bako"

Penyambutan mempelai ketika mengadakan prosesi Babako di pihak keluarga Ayah mempelai.

Babako, sebuah prosesi wajib yang tak bisa dilewatkan oleh keluarga kedua mempelai. Babako berasal dari kata Bako, yakni keluarga besar dari pihak Ayah mempelai. Prosesi ini sebenarnya adalah salah bentuk gotong royong keluarga besar dari keturunan pihak Ayah sang mempelai. Pada acara Babako ini calon mempelai diberikan nasihat dan petuah bijak dalam mengarungi mahligai rumah tangga. Ninik mamak dan para tetua (induk bako) keluarga pihak Ayah turut serta memberikan bantuan moril berupa uang atau bingkisan sebagai modal penguatan ekonomi rumah tangga calon mempelai. Kalau pada zaman dulu, ninik mamak dan induk bako memberikan bibit tanaman secara simbolis kepada calon mempelai. Namun sekarang nilai tersebut di aplikasikan kepada barang-barang keperluan rumah tangga atau makanan hantaran untuk diberikan kepada keluarga pasangan calon mempelai.


"Bainai adalah ungkapan kasih sayang dan restu orang tua dan keluarga besar mempelai wanita"

Di sebuah lagu klasik daerah Minangkabau terdapat syair yang mengisahkan malam syahdu bagi mempelai wanita. Malam yang menjadi saat terakhir bagi gadis Minangkabau sebelum menjadi seorang istri. Malam Bainai menjadi sangat populer selain karena memang ada lagunya yang juga populer pun juga sarat dengan makna filosofi yang tinggi. 

Malam bainai adalah prosesi peletakan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon anak daro. Tradisi ini adalah ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para tetua keluarga mempelai wanita. 


Lazimnya dan seharusnya acara ini dilangsungkan malam hari sebelum besok paginya calon anak daro melangsungkan akad nikah
Carano, sebuah wadah yang terbuat dari kuningan berisi daun sirih, pinang, sapu tangan berwarna merah dan tembakau.Carano berfungsi untuk mencairkan kebekuan saat upacara adat itu akan dimulai.

Jelang detik-detik krusial akad nikah, dalam tradisi Minangkabau terdapat proses manjapuik marapulai ( keluarga pihak mempelai perempuan datang menjemput mempelai pria ). Pidato berupa pantun pun berkumandang di antara dua keluarga yang akan menjadi besan. Kato manjawek kato merupakan tutur bahasa tingkat tinggi yang penuh dengan analogi dan simbolisasi. 


"Hidangan pun digelar untuk menghormati tamu"

Selepas akad nikah selesai maka tibalah saatnya untuk beramah tamah antar dua keluarga besar. Hidangan lengkap dihamparkan di sebuah alas kain berwarna putih. Lauk pauk yang wajib dihidangkan adalah rendang, dendeng, gulai, roti dan buah-buahan. Cita rasa kuliner asli minangkabau betul-betul memuaskan selera makan. Namun ada sebuah peraturan adat yang mengatakan hanya boleh mengambil makanan yang terdekat dan tidak boleh membasuh tangan sebelum tetua niniak mamak selesai makan. Selepas makan bersama pantun kembali berdendang. Begitu pun jika keluarga mempelai pria hendak pulang pantun pun berkumandang sebagai tanda undur diri.

Selanjutnya resepsi pun digelar di kediaman kedua mempelai secara bergantian. Tambur dan tarian khas minangkabau silih berganti bertalu-talu meramaikan alek (acara). Mempelai pria dipayungi oleh payung kehormatan. Anak-anak gadis menggunakan pakaian adat menyuguhkan sirih secara bersilang dari tuan rumah kepada tamu dari keluarga besar mempelai pria dan begitu juga sebaliknya.





Prosesi sakral ini haruslah tetap menjadi sesuatu yang layak dikenang sepanjang masa. Sebuah wujud simbol kasih sayang dua keluarga besar sekaligus menjaga warisan budaya leluhur Minangkabau .

Teks/ Foto : Ricky Martin

e-mail : macipod99@yahoo.com

Instagram : @sarrymartin