Menelusuri Jejak Rohingya

dari Masa ke Masa

ROHINGYA. Mereka bukan sekelompok orang yang baru kemarin sore datang dari antah-berantah ke tanah Burma, yang sekarang bernama Myanmar. Jejak mereka di Arakan atau Rakhine jauh lebih dalam daripada kisah yang secara ceroboh diterakan tentang sekelompok pemberontak dan orang-orang susah diatur yang "kebetulan" sekarang beragama Islam. 

Bahkan, Arakan pun lekat dalam nama Rohingya. Penyebutan lama untuk Arakan antara lain Rohang, Roshang, atau Roang, yang diduga merupakan penggalan serapan kata Raham atau Raham Borri dalam bahasa Arab. Arti frasa itu adalah Negeri yang Diberkati Tuhan.

Bukti sejarah memperlihatkan jejak Rohingya di Arakan sudah berusia lebih dari 1.200 tahun. Dalam rentang periode yang berbeda, Arakan adalah kerajaan yang pernah dipimpin orang Hindu, Buddha, dan Islam. Kawasan ini juga merupakan jalur perdagangan lintas benua. 

Kuatnya pengaruh Arab dalam sejarah Rohingya, antara lain karena dominasi pedagang Arab di jalur perdagangan Asia pada waktu itu. Risalah-risalah tentang Rohingya sebagian besar datang pula dari penuturan para pedagang lintas benua dan penjelajah semasa. Penyebutan keberadaan wilayah Rohang itu pun banyak muncul dari catatan para pedagang dan pencatat dari Jazirah Arab. 

Arakan merupakan kerajaan merdeka selama berabad-abad, ditopang lokasi geografis dan kekayaan alamnya yang menguntungkan dalam perdagangan global. Pada satu masa, ada sejumlah kapal karam di jalur ini, dengan kru orang-orang Arab Moor yang beragama Islam.

British Burma Gazetteers dan Burma Gazetteers edisi 1879 dan 1957 mengangkat kisah kapal karam itu dan keturuan orang-orang Arab Moor tersebut. Kisahnya disebut bermula pada 788. Orang-orang lokal yang bersimpati kepada mereka, menyebut para kru ini sebagai "Rahma people". Setelah bermukim, bekas kru dagang ini pun sebagian beralih profesi jadi petani.

(Baca juga: Mencari Solusi Rohingya...)

Nah, Rohingya bisa diartikan sebagai orang Rohang. Ada pula yang menduga pergeseran dari sebutan "Rahma people" tadi. Namun, dialek Magh--orang Arakan yang mayoritas beragama Buddha--juga mengenal penyebutan "Rwa-haung-gya-kyia" yang punya arti pemberani laiknya macan, merujuk pada pasukan tempur. Semua penyebutan lokal yang bercampur dengan serapan bahasa Arab setelah berabad-abad itu melebur menjadi Rohingya.  

Inggris masuk ke wilayah yang sekarang menjadi Myanmar, termasuk Arakan, pada 1824. Lalu, Burma merdeka pada 1948 dengan Arakan masuk wilayahnya, dikuasai junta militer mulai 1963, berganti nama menjadi Myanmar pada 1989, dan kini baru menapaki rezim pemerintahan sipil. 

Selama rentang sejarah panjang Arakan, beragam peristiwa terkait geopolitik pernah melintas di sana, termasuk perubahan wilayah negara dan konflik horizontal. Posisi Rohingya sebagai "stateless ethnic", misalnya, merupakan penegasan politis berdasarkan Burma Citizenship Law yang dilansir pada 1982.

Data soal Rohingya memang tak banyak bertebaran. Salah satu referensi yang banyak menjadi acuan internasional, termasuk sejumlah detail di atas, adalah Rohingyas and Kamans karya M A Tahir Ba Tha. Terjemahan ringkas dalam bahasa Inggris berjudul A Short History of Rohingya and Kamans of Burma,  dikerjakan oleh AFK Jilani.

(Baca juga: YLBHI: Pelanggar HAM Warga Rohingya Harus Dituntut Pidana Internasional)

Boleh jadi, Rohingya adalah anak-anak zaman yang mendapat pikulan "dosa sejarah" dari perebutan kekuasaan dan wilayah dari masa ke masa, meninggalkan mereka dalam status tanpa kewarganegaraan di tanah yang dulu disebut penuh berkat oleh para penjelajah dan pedagang lintas benua.

Sejarah menegaskan, ini bukan konflik agama. Ada banyak nuansa. Namun, fakta hari ini, ada persoalan kemanusiaan di depan mata dan Rohingya butuh solusi nyata!

C R E D I T

Foto cover: 

ANTARA FOTO/REUTERS/MOHAMMAD PONIR HOSSAIN

Naskah: 

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Editor:

KOMPAS.com/AMIR SODIKIN

©Copyright 2017